TENDASEJARAH.com - Putroe Phang (Putri
Kamilah) berasal dari Pahang Malaysia yang dipersunting menjadi permaisuri raja
kala itu, Perkenalan Sultan Iskandar dengan Puteri Pahang ini berawal ketika
Aceh Darussalam berhasil menaklukkan Pahang, Malaysia. Bersamaan dengan itu,
keluarga istana Pahang bersama sekitar 10.000 penduduknya berimigrasi ke Aceh
untuk memperkuat pasukan Sultan Iskandar Muda.
Pada abad ke-17
Kesultanan Aceh Darussalam di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda mengalami
masa keemasan dan termasuk salah satu kekuatan adi daya di dunia bahkan juga
menjadi negeri dengan peradaban Islam ke-5 terbesar kala itu. kerja sama Sultan Iskandar Muda dengan
Permaisuri Putroe Phang yang bijaksana dan selalu membela rakyat yang lemah
terutama wanita dan kaum papah mengantarkan kejayaan Aceh menuju masa keemasan.
Perkawinan Sultan
Iskandar Muda dengan Puteri Kamaliah dianugerahi seorang puteri yang bernama
Puteri Sari Alam yang menikah dengan Sultan Iskandar Tsani dan setelah suaminya
itu meninggal Puteri Sari Alam naik tahta menjadi Sultanah dengan gelar
Sultanah Tajul Alam Safiatuddin.
Bukti cinta Sultan
Iskandar Muda terhadap Putroe Phang adalah bangunan Gunongan. Bangunan ini
dibangun untuk membuktikan cintanya kepada Putroe Phang, dan dari taman inilah
mengukir sejarah hubungan erat antara Kerajaan Aceh dengan Pahang, Malaysia
saat Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Hingga kini masih bisa terlihat
jelas bukti sejarah taman yang dibangun Sultan Iskandar Muda khusus untuk
permaisuri kesayanganya Putroe Phang.
Putroe Phang sangat
berpengaruh dalam pemerintahan dan penyusunan undang-undang kerajaan
sampai-sampai lahir semboyan:
Adat bak Poeu
Meureuhom
Hukum bak Syiah Kuala
Qanun bak Putroe
Phang
Reusam bak Bentara
Artinya:
Adat dari Marhum
Mahkota Alam
Hukum dari Syiah
Kuala
Qanun dari Puteri
Pahang
Resam dari Bentara
(‘uleebalang)
Adat meukoh reubung
Hukum Meukoh purih
Adatjeutabarangho
takong
Hukum hanjuet
barangho takih
Artinya:
Adat dapat dipotong
seperti memotong rebung
Hukum seperti
memotong sagak (hujung buluh keras)
Hukum tak dapat
diatur dengan semena-mena
(melainkan wajib
didasarkan Quran dan Hadis)
Puteri Kamaliah (Putroe
Phang) cukup cerdas dan bijaksana dalam memutuskan persoalan yang dihadapi
masyarakat Aceh Darussalamada satu cerita yang menyebitkan suatu ketika
terdapat kasus pembagian harta waris dengan dua ahli waris yakni seorang anak
perempuan dan seorang anak laki-laki. Adapun harta yang menjadi objek pembagian
adalah berupa sawah dan rumah. Diputuskan bahwa anak perempuan mendapatkan
sawah sedangkan anak laki-lakinya mendapat rumah.
Anak perempuan
tersebut tidak menerima keputusan tersebut dan melakukan banding. Mendengar
kasus tersebut, Putroe Phang langsung meresponnya dan membela perempuan
tersebut dengan argumen bahwa wanita tidak mempunyai rumah dan tidak dapat
tinggal di meunasa (mushola) sedangkan anak laki-laki dapat tinggal di musola.
Oleh karena itu, yang layak menerima rumah adalah wanita sedangkan yang layak
menerima sawah adalah anak laki-laki. Argumen Putroe Phang itu kemudian
disetujui oleh Sultan Iskandar Muda.
Sejak itu, Puteri
Kamaliah yang lebih dikenal oleh masyarakat Aceh sebagai Putroe Phang itu
menjadi rujukan dalam penyelesaian masalah hukum.
Di samping Permaisuri
Putroe Phang yang berkontribusi bagi pembangunan Aceh Darussalam, terdapat pula
beberapa lembaga pemerintahan. Secara struktural, Sultan Iskandar Muda
merupakan pemimpin eksekutif tertinggi yang dibantu beberapa pejabat tinggi.
Mereka adalah Qadhi Malikul Adil dengan empat orang mufti di bawahnya, Menteri
Dirham (keuangan), Baitul Mal yang dibawahnya ada Balai Furdhan (bea cukai).
Balai Sari dan Balai
Gading masih merupakan rumpun lembaga eksekutif sedangkan Balai Majelis
Mahkamah Rakyat masuk dalam rumpun lembaga legislatif. Lembaga-lembaga ini
secara resmi dibentuk pada tanggal 12 Rabiul Awal 1042 (1633) dan ditulis dalam
suatu undang-undang yang disebut dengan Qanun Al-Asyi Darussalam.
sumber: aceh.my.id
sumber: aceh.my.id