TENDASEJARAH.com - Pemilihan
Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan
diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia
yangpaling demokratis. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat
keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh
DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo.
Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih.
Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu
akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini
bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi
DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520
(dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat
pemerintah.
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada
tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama
setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai
politik. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan
Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975,
melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar,
diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai
politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi
Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu-Pemilu
berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu
ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini
seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai
Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan
satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan
oleh Golongan Karya.
Pemilu
berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru,
yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni
1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti
oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu
1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat
Nasional.
Walaupun Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara
sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai
itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa,
yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden).
Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk
memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya
dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilihan Umum
Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih
presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu
sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil
presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang
anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini
pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti
Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan
calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil
presiden secara terpisah.
Pahun 2009
merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk Indonesia. Pada tanggal 9 April,
lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka dalam pemilihan
legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 8
Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi akan memberikan suara mereka untuk
memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan langsung kedua sejak
Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998. Jika tidak ada calon yang
mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan babak kedua akan
diadakan pada tanggal 8 September.
Hasil pemilihan
anggota DPR pada tanggal 9 April tidak banyak memberikan kejutan. Mayoritas
masyarakat Indonesia sekali lagi menunjukkan bahwa mereka lebih memilih partai
nasional dibandingkan partai keagamaan. Tiga partai yang mendapatkan jumlah
suara terbanyak bukan merupakan partai keagamaan dan mereka adalah Partai
Demokrat (PD) dengan 20,8 persen perolehan suara, Golkar dengan 14,45 persen
perolehan suara, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 14,03
persen perolehan suara. Empat partai Islam – Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai
Kebangkitan Nasional (PKB) masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01
persen; 5,32 persen; dan 4,94 persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan
Hanura), yang juga bukan merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan
3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9
April juga mengurangi jumlah partai yang duduk di DPR. Hanya sembilan partai
yang disebutkan di atas yang mendapatkan kursi di DPR. Sementara 29 partai
lainnya gagal mencapai ketentuan minimum perolehan suara pemilu sebesar 2,5
persen dan tidak mendapatkan kursi di DPR. Hal ini diharapkan mengurangi jumlah
partai politik yang akan bersaing untuk pemilu tahun 2014.